LITERASI DIGITAL-SOSIALISASI PENGAWASAN PARTISIPATIF LANGKAH TEPAT TANGKAL POLA HOAKS DAN DISINFORMASI PASCA PEMILU DI PRABUMULIH
|
LITERASI DIGITAL-SOSIALISASI PENGAWASAN PARTISIPATIF LANGKAH TEPAT TANGKAL POLA HOAKS DAN DISINFORMASI PASCA PEMILU DI PRABUMULIH
Prabumulih, 27/8/2025
Pasca pesta demokrasi, keberadaan hoaks dan disinformasi pasti akan kembali menjadi ancaman serius bagi kelancaran penyelenggaraan Pemilu. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Prabumulih menegaskan komitmennya untuk tetap memperkuat peran pengawasannya dalam menangkal kabar bohong yang berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Termasuk pada lembaga Bawaslu Prabumulih sendiri, yang berkenaan pada masa non-tahapan ini diarahkan pada penguatan literasi digital, penguatan kelembagaab, hingga peningkatan pengawasan partisipatif di tengah masyarakat.
Inisiatif komitmen ini disampaikan Anggota Bawaslu Prabumulih, Lia Siska Indriani, S.Pd di sela rapat teknis koordinasi Divisi HP2H pada Rabu, 27/8/2025 bagi pelaksanaan program penguatan kelembagaan Bawaslu yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Untuk diketahui bahwa hoaks adalah berita atau informasi bohong yang dibuat-buat dan seolah-olah benar dengan tujuan menyesatkan masyarakat, sedangkan disinformasi adalah penyebaran informasi keliru atau manipulatif yang sengaja diproduksi untuk memengaruhi opini publik. “Kedua hal ini dapat memicu perpecahan, menurunkan partisipasi pemilih, bahkan mengganggu legitimasi hasil pemilu, sehingga kita perlu meningkatkan dan mensosialisasikan literasi digital terkait pola hoax pasca pemilu di platform Instagram, Facebook, dan website kita,” ucap wanita berkerudung merah ini.
Hoaks dan disinformasi bisa menjadi senjata berbahaya di era digital. Bawaslu tidak hanya bertugas mengawasi, tetapi juga melakukan edukasi publik agar masyarakat bisa memilah mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan.
Dasar Hukum Penindakan
Peran Bawaslu dalam menangkal hoaks dan disinformasi berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 93 yang memberi kewenangan kepada Bawaslu untuk mencegah serta menindak pelanggaran pemilu, termasuk penyebaran informasi menyesatkan.
Selain itu, terdapat juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang menegaskan larangan menyebarkan berita bohong yang merugikan masyarakat. Kedua regulasi ini menjadi payung hukum bagi Bawaslu untuk bekerja sama dengan Kepolisian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta berbagai pihak dalam melakukan penindakan.
Peran Masyarakat
Meski Bawaslu memiliki mandat hukum, peran masyarakat tetap sangat krusial. Publik diharapkan tidak mudah mempercayai atau menyebarkan informasi tanpa verifikasi. Sikap kritis masyarakat dalam menyaring informasi di media sosial terkait gejolak politik, pemerintahan, ekonomi, dan keamanan menjadi langkah awal pencegahan.
Sebagai langkah konkret, Bawaslu Prabumulih turut rutin melakukan literasi digital dan sosialisasi pengawasan partisipatif secara persuasif di media sosial. Melalui program ini, masyarakat dilatih untuk mengenali pola-pola penyebaran hoaks, cara memverifikasi informasi, serta saluran resmi pelaporan pelanggaran pemilu. Berkat adanya kolaborasi antara lembaga negara, penyelenggara pemilu, media massa, dan masyarakat, Bawaslu optimistis hoaks serta disinformasi dapat diminimalisasi.
FR